Kamis, 26 November 2009

Tinjau Ulang Ujian Nasional

Kompas:Kamis, 26 November 2009 | 03:26 WIB

Oleh Anita Lie

Mahkamah Agung kembali memenangkan gugatan masyarakat lewat citizen law suit terkait penyelenggaraan ujian nasional.

Kasasi yang diajukan pemerintah yang menolak putusan pengadilan tinggi soal kemenangan masyarakat atas gugatan ujian nasional dinyatakan ditolak MA (Kompas, 25/11/2009). Keputusan MA ini menunjukkan pemahaman yang lebih baik tentang esensi pendidikan daripada yang ditunjukkan Depdiknas yang bersikukuh melaksanakan ujian nasional.


Berbagai argumentasi sudah dikemukakan para pakar, pemerhati, praktisi pendidikan, orangtua, dan siswa sendiri untuk menggugat kebijakan ujian nasional. Sementara pemerintah masih akan kembali melakukan upaya hukum terakhir, yakni pengajuan peninjauan kembali. Sebaiknya semua pihak yang terlibat proses hukum ini bersikap arif dan mempertimbangkan realitas penyelenggaraan ujian nasional dan prinsip-prinsip evaluasi pendidikan.

Indikator mutu

Hasil ujian nasional bukan indikator mutu pendidikan. Model assessment seperti dalam ujian nasional (mengambil bentuk pilihan ganda untuk kemudahan administrasi) menguji kemampuan menghafal fakta dan kemampuan berpikir konvergen. Sementara berbagai persoalan dalam kehidupan membutuhkan kemampuan berpikir divergen, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, daya analisis, dan kemampuan mendesain.

Penetapan standar nasional pendidikan dan evaluasi berdasar ujian nasional dilandasi mitos, ketakutan, dan kelatahan. Dalam berbagai forum pendidikan, perbandingan antarnegara berupa hasil tes anak sekolah sering ditampilkan dan dijadikan alasan pembenaran penyelenggaraan ujian nasional yang diharapkan memacu prestasi dan daya saing global.

Tampaknya, ketakutan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di AS. Dalam buku barunya, Catching Up or Leading the Way, Prof Yong Zhao asal China yang mengajar di Michigan State University menyayangkan kebijakan No Child Left Behind (NCLB) oleh pemerintahan George W Bush yang mengharuskan ujian matematika, bahasa, dan sains secara nasional. Kebijakan ini dianggap sebagai kediktatoran di bidang pendidikan. Penghargaan terhadap sekolah yang siswanya berhasil dalam ujian nasional dan sebaliknya sanksi terhadap sekolah yang tidak berhasil telah menimbulkan ketersesatan dalam praktik pendidikan.

Buku ini merupakan hasil penelitian Yong Zhao terhadap pendidikan di China. Ironis, China, yang dulu amat menekankan perolehan pengetahuan dengan penghafalan fakta, menyadari kekeliruan. Pada dekade terakhir ini China mulai beralih pada proses pendidikan yang mendorong kreativitas. China mengakui dan mengagumi sistem pendidikan AS yang berhasil mengantar pemikir, ilmuwan, dan pejuang HAM melalui penghargaan terhadap kreativitas. Justru pada pemerintahan Bush, mutu pendidikan direduksi menjadi hasil ujian standar.

Apakah kebijakan ujian nasional di Indonesia terinspirasi dan didorong oleh ketakutan serupa seperti terjadi di AS? Apa pun latar belakangnya, kebijakan ujian nasional sebagai penentu kelulusan dan indikator keberhasilan institusi pendidikan atau suatu kabupaten/kota harus ditinjau ulang karena telah menimbulkan lebih banyak kerusakan daripada manfaat dalam praktik pendidikan.

Kerusakan dalam sistem

Yang diuntungkan oleh kebijakan ujian nasional adalah pengelola bimbingan belajar dan penerbit buku-buku soal. Yang menyedihkan adalah ketergelinciran sebagian stakeholders pendidikan dalam menyikapi kebijakan ujian nasional. Proses di kelas 6, 9, dan 12 berubah menjadi kegiatan bimbingan belajar. Bahkan banyak sekolah sudah mengundang masuk dan meng-outsource-kan pendidikan siswa kepada bimbingan belajar. Yang paling tragis, pendidik terjerumus dalam tindakan tercela, mulai dari pencurian soal, mengganti jawaban siswa, memberi contekan kepada siswa, hingga membiarkan siswa mencontek.

Keterjerumusan ini juga terjadi di AS. Steven Levitt dan Stephen Dubner (Freakonomics) mencermati perilaku para guru di sekolah-sekolah negeri di Chicago yang menampung 400.000 siswa setiap tahun. Data 30.000 siswa per tahun dalam bentuk 100 juta jawaban pada ujian pilihan ganda matematika dan membaca, dianalisis dengan menggunakan algoritma. Ditemukan beberapa kejanggalan pola jawaban yang mengarah pada kecurangan yang dilakukan guru (mengganti jawaban siswa). Penelitian ini berujung pada pembuktian 5 persen guru di Chicago terlibat kecurangan. Dalam penelitian lain terhadap para guru di Negara Bagian North Carolina, 35 persen guru menyatakan mereka menyaksikan rekannya bertindak curang untuk ”meluluskan” siswanya.

Bagaimana dengan di Indonesia? Sebenarnya kasus-kasus serupa sudah diungkap di berbagai tempat. Pejabat pendidikan di tingkat nasional dan daerah menganggap enteng masalah ini dan menganggapnya sebagai kasus kecil dan tidak berarti. Mungkinkah kasus-kasus kecurangan dan manipulasi ujian nasional di Indonesia diungkap secara gamblang dan transparan? Bisa saja penguasa pendidikan melindungi dan menjaga ketat data ini sehingga kita tidak pernah tahu secara akurat, seberapa jauh kerusakan telah terjadi dalam sistem.

Namun, beberapa kasus, di mana guru tertangkap basah bertindak curang dan telah diungkap di media, sudah cukup untuk menyatakan kebijakan ujian nasional harus ditinjau ulang. Guru, sosok yang patut digugu lan ditiru, justru memberi contoh ketidakjujuran karena adanya tekanan sistemik berdasar ujian nasional. Ini merupakan tragedi nasional dan penjungkirbalikan esensi pendidikan.

Anita Lie Guru Besar Unika Widya Mandala, Surabaya; Anggota Komunitas untuk Demokrasi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SELAMAT DATANG DI BLOG FORUM ILMIAH GURU KAB. BATANG

Alasan saya membuka blog ini , selain tugas saya sebagai sekbid.pengembangan profesi di Forum Ilmiah Guru adalah juga sebagai salah satu wahana untuk sharing komunikasi tentang kegiatan ilmiah guru yang berkaitan langsung dengan upaya peningkatan mutu pendidikan di kabupaten Batang. Mulai dari pembicaraan bagaimana pembelajaran berkualitas dilaksanakan, kegiatan MGMP dan Lesson Study, sampai pada bagaimana seharusnya guru membuat Laporan Penelitian Tindakan Kelas. Baik berupa Artikel, Makalah, KTI, dan sebagainya. Dalam blog ini rencana akan saya sajikan semua Naskah PTK hasil LKTI pada kegiatan Forum Ilmiah Guru Tahun 2007 dan 2008. Demikian juga untuk kegiatan-kegiatan lain seperti Lomba Inovasi Pembelajaran, Lomba Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran, Lomba Pembelajaran Berbantuan Komputer, dan kegiatan-kegiatan lainnya baik yang di adakan Depdiknas, LPMP, ITSF, dan pihak-pihak penyandang dana penelitian/penggagas lomba lainnya. Saya optimis bahwa sangatlah mungkin guru-guru di kabupaten Batang nantinya mampu berkompetensi dalam kegiatan Ilmiah. Terbukti selama dua tahun mengadakan FIG, wakil dari Batang mampu menyumbang nama harun bagi Pemerintah Kab. Batang. Peserta dari Batang banyak yang memperoleh kejuaraan di tingkat Propinsi. Semua berkat kerja sama dan kinerja yang optimal dari guru dan pengurus FIG Kab. Batang. Trimakasih anda ikut berkarya, mari kita bangun Batang tercinta ini.