Minggu, 31 Mei 2009

IMPLIKASI TEORI PERKEMB. KOGNITIF

1. Kajian teori Piaget tentang perkembangan kognitif Menurut Jean Piaget (1886-1980) manusia tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio-emosional, dan perkembangan kognitif. Khususnya perkembangan kognitif sebagian besar bergangtung kepada seberapa jauh anak mampu memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Ada tiga aspek perkembangan intelektual yaitu
struktur, isi dan fungsi. Struktur atau skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Isi merupakan pola perilaku khas anak yang tercermin pada responnya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapi. Sedangkan fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan-kemajuan intelektual. Fungsi itu sendiri terdiri dari organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan organisme kemampuan untuk mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Fungsi kedua yang melandasi perkembangan intelektual adalah adaptasi. Semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan mereka. Cara adaptasi ini berbeda antara organisme yang satu dengan organisme yang lain. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi, seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Sedangkan dalam proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan lingkungannya. Piaget mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan kognitif manusia berkembanga menurut empat tahap dari lahir sampai dewasa. Tahap-tahap tersebut beserta urutannya berlaku untuk semua orang. Akan tetapi usia pada saat seseorang mulai memasuki sesuatu tahapan tertentu selalu sama untuk setiap orang. Keempat tahap tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tahap sensori-motor (sensory-motor stage) Tahap sensori motor berlangsung sejak manusia lahir sampai berusia 2 tahun. Pada tahap ini pemahaman anak mengenai berbagai hal terutama bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh beserta alat-alat indera. Sebagai contoh, pada tahap ini anak tahu bahwa di dekatnya ada sesuatu barang mainan kalau ia sentuh barang itu. Pada tahap ini, tanpa menggunakan kegiatan tubuh atau indera, anak belum bisa memahami sesuatu. 2. Tahap pra-operasional (pre-operational stage) Tahap pra-operasional berlangsung dari kira-kira usia 2 tahub sampai 7 tahun. Pada tahap ini, dalam memahami segala sesuatu, anak tidak lagi hanya bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh atau inderanya. Dalam arti anak sudah menggunakan pemikirannya dalam berbagai hal. Akan tetapi, p;ada tahap ini pemikiran anak masih bersifat egosentris. Artinya, pemahamannya mengenai berbagai hal masih terpusat pada dirinya sendiri. Pada tahap ini anak berfikir bahwa orang-orang lain mempunyai pemikiran dan perasaan seperti yang ia alami. Dengan kata lain, pada tahap ini anak belum berpikir secara obyektif, lepas dari dirinya sendiri. Pada tahap ini anak masih kesulitan dalam melakukan pembalikan pemikiran (reversing thought). Pada tahap ini anak masih juga mengalami kesulitan dalam berfikir secara induktif mapun deduktif. Tetapi pada tahap ini anak cenderung berfikir transduktif (dari hal khusus ke hal khusus lainnya), sehingga cara berfikirnya belum tampak logis. 3. Tahap operasi konkret (concrete-operational stage) Tahap ini berlangsung kira-kira dari usia 7 sampai 12 tahun. Pada tahap ini tingkat egosentris anak sudah berkurang. Dalam arti bahwa anak sudah dapat memahami bahwa orang lain mungkin memiliki pikiran dan perasaan yang berbeda dengan dirinya. Dengan kata lain, anak sudah bisa berfikir secara obyektif. Pada tahap ini anak juga sudah bisa berfikir logis tentang berbagai hal, termasuk yang agak rumit, tetapi dengan syarat bahwa hal tersebut disajikan secara konkret (disajikan dalam wujud yang bisa ditangkap dengan panca indera. Tanpa adanya benda-benda konkret, anak akan mengalami kesulitan dalam memahami banyak hal dan dalam berpikir logis. Sehingga, untuk anak yang berada dalam tahap ini, pengajaran lebih ditekankan pada hal-hal yang bersifat verbal. 4. Tahap operasi formal (formal operational stage) Tahap ini berlangsung kira-kira sejak usia 12 tahun ke atas. Pada tahap ini anak atau orang sudah mampu berfikir secara logis tanpa kehadiran benda-benda konkret; dengan kata lain anak mampu melakukan abstraksi. Akan tetapi, perkembangan dari tahap operasi konkret ke tahap ini tidak terjadi secara mendadak, ataupun berlangsung sempurna. Tetapi terjadi secara gradual. Sehingga bisa terjadi pada tahun-tahun pertama ketika anak berada pada tahap ini. Kemampuan anak dalam berpikir secara abstrak masih belum berkembang sepenuhnya. Sehingga dalam berbagai hal, si anak mungkin masih memerlukan bantuan alat peraga. Di samping itu, ada cukup banyak anak yang memasuki tahap ini lebih lambat daripada anak lainnya. Dengan demikian ada kemungkinan, sekalipun anak sudah berada di bangku SMP, perkembangan kemampuan berfikirnya masih berada pada tahap operasi konkret. Untuk anak yang seperti, pembelajaran yang hanya menekankan pada simbol-simbol dan hal-hal yang bersifat verbal akan sulit dipahami. Oleh karena itu guru perlu memperhatikan secara seksama kemampuan berfikir tiap-tiap siswa, sekalipun usia mereka relatif sama. Agar guru bisa memberikan perlakuan yang sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikirnya. Teori Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kognitif manusia terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti: 1. Kematangan (maturation), yaitu pertumbuhan otak dan sistem syaraf manusia karena bertambahnya usia dari lahir sampai dewasa. 2. Pengalaman (experience) yang terdiri dari: a. Pengalaman fisik, yaitu interaksi manusia dengan obyek-obyek dilingkungannya. b. Pengalaman logika matematis, yaitu kegiatan-kegiatan pikiran yang dilakukan manusia yang bersangkutan. 3. Transmisi sosial, yaitu interaksi dan kerja sama yang dilakukan oleh manusia dengan manusia lainnya. 4. Penyeimbangan (equilibration) yaitu proses struktur mental (struktur kognitif) manusia kehilangan keseimbangan sebagai akibat dari adanya pengalaman-pengalaman atau pembelajaran-pembelajaran baru, kemudian berusaha untuk mencapai keseimbangan baru melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses dimana informasi-informasi dan pengalaman-pengalamana baru diserap (dimasukkan) ke dalam struktur kognitif manusia. Sedangkan akomodasi adalah penyesuaian pada struktur kognitif manusia sebagai akibat dari adanya informasi-informasi dan pengalaman baru yang diserap. Adaptasi merupakan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Jika dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat beradaptasi, maka terjadi ketidakseimbangan (disequili-brium). Akibat ketidakseimbangan ini terjadi akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau timbul struktur baru, barulah terjadi equilibrium. Setelah terjadi equilibrium seseorang berada pada tingkat kognitf yang lebih tinggi dari sebelumnya dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya. 2. Kajian teori Vygotsky tentang perkembangan kognitif Teori Vygotsky menekankan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky berpendapat bahwa interaksi sosial, yaitu interaksi individu dengan orang lain merupakan faktor yang terpenting yang mendorong atau memicu perkembangan kognitif seseorang. Sebagai contoh, seorang anak belajar berbicara sebagai akibat dari interaksi anak itu dengan orang-orang disekelilingnya. Terutama orang yang lebih dewasa. Interaksi ini akan memberikan rangsangan dan bantuan bagi anak untuk berkembang. Proses-proses mental yang dilakukan atau dialami oleh seorang anak dalam interaksinya dengan orang lain diinternaslisasi oleh si anak. Dengan cara ini kemampuan kognitif si anak berkembang. Vygotsky berpendapat juga bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila si anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain suasana lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan atau pendampingan seseorang yang lebih mampu atau lebih dewasa, misalnya seorang guru. Menurut Vygotsky, setiap anak mempunyai apa yang disebut zona perkembangan proksimal (zone of proximal development), yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai ”jarak” atau selisih antara tingkat perkembangan si anak yang aktual, yaitu tingkat yang ditandai dengan kemampuan si anak untuk menyelesaikan soal-soal tertentu secara independent, dengan tingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi yang bisa dicapai oleh si anak jika ia mendapat bimbingan dari seseorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten. Dengan kata lain, zone perkembangan proksimal adalah selisih antara apa yang bisa dilakukan seorang anak secara independen dengan apa yang bisa dicapai oleh anak tersebut jika ia mendapat bantuan dari seseorang yang lebih kompeten. Bantuan dari orang yang lebih dewasa dimaksudkan agar si anak mampu untuk mengerjakan soal-soal atau tugas-tugas yang lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada perkembangan kognitif yang aktual dari anak yang bersangkutan disebut dukungan dinamis atau scaffolding. Bentuk dari bantuan itu dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, penguraian langkah-langkah pemecahan, pemberian contoh, atau segala sesuatu yang dapat mengakibatkan siswa mandiri. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam percakapan/kerjasama antar siswa sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap. Dari uraian di atas nampak bahwa kontribusi penting dari Vygotsky adalah pada sifat alami sosiokultural dari pembelajaran. Pembelajaran berlangsung ketika siswa bekerja dalam zone of proximal development . B. IMPLIKASI TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET DAN VIGOTSKY TERHADAP PEMBIMBINGAN PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR MATEMATIKA Implikasi teori Piaget terhadap pembimbingan peserta didik dalam belajar matematika adalah sebagai berikut: 1. Orientasi pembelajaran matematika bukan sekedar pada hasilnya. Pembelajaran matematika lebih dipusatkan pada proses berfikir atau proses mental. Di samping kebenaran siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu. 2. Pembimbingan peserta didik dalam pembelajaran matematika dapat dilaksanakan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menampilkan perannya dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas, penyajian pengetahuan jadi (ready made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak di dorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya. 3. Pemakluman akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan diperlukan dalam pembelajaran matematika. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melalui urutan perkembangan yang sama. Namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Implikasi teori Vigotsky terhadap pembimbingan peserta didik dalam belajar matematika adalah bahwa tugas guru adalah menyediakan dan mengatur lingkungan belajar bagi siswa dan mengatur tugas-tugas yang harus dikerjakan, serta memberikan dukungan yang dinamis, sedemikian sehingga setiap siswa berkembang secara maksimal dalam zona perkembangan proksimal masing-masing. C. KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran matematika itu memuaskan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, yang tidak sekedar kepada hasilnya, mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran matematika, dan memaklumi perbedaan individu dalam hal kemajuan perkembangannya. Bagi guru matematika, teori Piaget jelas sangat relevan, karena menggunakan teori itu, guru akan bisa mengetahui adanya tahap-tahap perkembangan tertentu pada kemampuan berfikir anak-anak dikelas atau disekolahnya. Dengan demikian guru bisa memberikan perlakukan yang tepat bagi para siswanya. Misalnya dalam memilih cara penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat peraga, dan sebagainya sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berfikir yang dimiliki oleh siswa masing-masing. Selain itu guru matematika di SMP perlu mencermati apakah simbol-simbol matematika yang digunakan guru dalam mengajar cukup mudah dipahami siswa atau tidak, dengan mengingat kemampuan berfikir yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Guru kiranya bisa memanfaatkan baik teori Piaget maupun teori Vygotsky dalam upayanya untuk melakukan proses pembelajaran yang efektif. Disatu pihak guru perlu mengupayakan setiap siswa berusaha agar bisa mengembangkan dirinya masing-masing secara maksimal, yaitu dengan mengembangkan kemampuan berfikir dan bekerja sama secara independen (sesuai teori Piaget). Di lain pihak, guru perlu juga mengupayakan supaya tiap-tiap siswa aktif berinteraksi dengan siswa-siswa lain dan orang-orang lain di lingkungan masing-masing (sesuai dengan teori Vygotsky). Jika kedua hal ini dilakukan, perkembangan kognitif tiap-tiap siswa akan bisa terjadi secara optimal. REFERENSI: F.J.Monk, dkk.2006. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sarlito Wirawan Sarwono.1998. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Tim Direktorat Dikdasmen.2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika Buku 2. Jakarta: Depdiknas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SELAMAT DATANG DI BLOG FORUM ILMIAH GURU KAB. BATANG

Alasan saya membuka blog ini , selain tugas saya sebagai sekbid.pengembangan profesi di Forum Ilmiah Guru adalah juga sebagai salah satu wahana untuk sharing komunikasi tentang kegiatan ilmiah guru yang berkaitan langsung dengan upaya peningkatan mutu pendidikan di kabupaten Batang. Mulai dari pembicaraan bagaimana pembelajaran berkualitas dilaksanakan, kegiatan MGMP dan Lesson Study, sampai pada bagaimana seharusnya guru membuat Laporan Penelitian Tindakan Kelas. Baik berupa Artikel, Makalah, KTI, dan sebagainya. Dalam blog ini rencana akan saya sajikan semua Naskah PTK hasil LKTI pada kegiatan Forum Ilmiah Guru Tahun 2007 dan 2008. Demikian juga untuk kegiatan-kegiatan lain seperti Lomba Inovasi Pembelajaran, Lomba Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran, Lomba Pembelajaran Berbantuan Komputer, dan kegiatan-kegiatan lainnya baik yang di adakan Depdiknas, LPMP, ITSF, dan pihak-pihak penyandang dana penelitian/penggagas lomba lainnya. Saya optimis bahwa sangatlah mungkin guru-guru di kabupaten Batang nantinya mampu berkompetensi dalam kegiatan Ilmiah. Terbukti selama dua tahun mengadakan FIG, wakil dari Batang mampu menyumbang nama harun bagi Pemerintah Kab. Batang. Peserta dari Batang banyak yang memperoleh kejuaraan di tingkat Propinsi. Semua berkat kerja sama dan kinerja yang optimal dari guru dan pengurus FIG Kab. Batang. Trimakasih anda ikut berkarya, mari kita bangun Batang tercinta ini.